Tanggal 29 Agutus 2015 yang lalu ada sebuah acara yaitu diskusi terbuka yang membahas mengenai maturitas otak versus stimulasi dini. Materi ini dibawakan oleh dr. Purboyo Solek, Dr. Sp.A(K) dan dr. Kristiantini Dewi.
Berikut ini rangkuman materi dari narasumber yang sudah saya buat versi gambar supaya lebih ringkas.
Otak terbagi menjadi otak besar, otak kecil dan batang otak/ medula yang terhubung ke sumsum tulang belakang. Otak merupakan organ yang kompleks, terdiri 200 milyar sel saraf. Komunikasi (koneksitas) terjalin lewat hubungan antar sel saraf, yaitu melalui percabangan sel saraf. Cabang ilmu kedokteran yang menangani kelainan pada sistem saraf disebut neurologi. Kasus-kasus neurologi pada anak terbagi menjadi dua macam yaitu murni neurologi anak dan interdisiplin/ multidisiplin.
Contoh kasus-kasus yang termasuk murni neurologi anak antara lain:
– Kejang demam
– Cerebral Palsy
– Epilepsi
– Meningitis
– Ensefalitis
Sedangkan yang termasuk kasus-kasus interdisiplin/ multidisiplin antara lain:
– Hidrosefalus
– Anensefal
– Spina Bifida
– Tumor Otak
– Neurocutanoeus syndrome
– AMS
Seorang anak yang mengalami murni neurologi dan interdisiplin/multidisiplin akan mengakibatkan:
– Autisme
– Metal Retardasi
– ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
– “Learning Disability”
– Conduct Disoders
– Oppositional Defiant Disorder
Duh, ini kasus-kasusnya beberapa diantaranya bikin dahi berkerut karena saya baru tahu.
Stimulasi sejak dini itu penting bahkan sejak dalam kandungan. Konsumsi nutrisi ibu hamil dan menyusui sangat penting mempengaruhi pertumbuhan otak dan mungkin kecerdasan si anak. Ketika memperhatikan tumbuh kembang anak sejak lahir, perhatikan apakah anak mengalami keterlambatan atau keterbelakangan. Keterlambatan yaitu anak belum mencapai di tahap perkembangan saat usianya. Keterbelakangan yaitu anak tidak mencapai tahap perkembangan yang seharusnya.
Penting bagi orangtua untuk deteksi sedini mungkin dengan memperhatikan tugas-tugas perkembangan pada anak sejak lahir apakah dapat terpenuhi atau tidak oleh anak. Saat kita sudah mendeteksi sejak dini, kita akan tahu langkah yang harus dilakukan, yaitu dengan melakukan stimulasi (rangsangan latihan untuk anak normal) atau intervensi (terapi pada anak berkebutuhan khusus) pada anak. Jika setelah dideteksi ditemukan hal-hal yang berkelainan maka harus dilakukan intervensi sedini mungkin. Jika intervensi dilakukan pada usia kurang dari 2 tahun, besar kemungkinan kemampuan kognitif dan motorik dapat berubah karena maturitas otak belum selesai. Jika intervensi dilakukan di atas usia 2 tahun, akan sulit merubahnya karena otak sudah matang. Perlu diingat, kelainan genetik tidak dapat sembuh, hanya diperbaiki dampaknya untuk menjadi lebih baik.
Jadi kesimpulannya, kita sebagai orang tua harus mengenali, memahami, dan menguasai ‘milestone’ perkembangan anak yang normal sehingga bisa memberikan stimulasi yang tepat untuk anak kita tercinta.
Salam,